Jakarta - Karena lokasinya hanya sekitar tiga jam bermobil dari Singapura, setiap tahunnya Melaka menjaring jutaan wisatawan sehari (day-trippers) dari Singapura. Setiap akhir pekan, kita dapat melihat ratusan hobbyist fotografi dari Singapura - melakukan photo hunting secara berkelompok ke kota kecil ini.
Melaka - bersama Georgetown di Penang - telah ditetapkan oleh Unesco sejak 2008 sebagai Situs Pusaka Dunia (World Heritage Site). Sebuah pengakuan yang tidak berlebihan mengingat betapa kayanya kota kecil ini dengan bangunan pusaka yang tetap terawat dengan baik. Sejak pengakuan Unesco itu, Melaka semakin giat membangun kotanya sebagai tujuan wisata kelas dunia, dan meresmikannya nama sebagai Melaka Bandaraya Bersejarah.
Menurut sejarahnya, Melaka dibangun oleh Parameswara pada akhir abad ke-14. Bandar ini menarik para pedagang dari India dan Arab, serta makin berkembang sebagai pusat perdagangan. Asal nama Melaka pun punya dua versi. Versi pertama adalah pohon buah melaka yang banyak dijumpai di tepian sungai. Versi kedua adalah dari kata "malakat" yang berarti pasar dalam bahasa Arab.
Laksamana Cheng Ho pun pernah berlabuh di Melaka. Hingga kini masih ada klenteng yang dipersembahkan kepada Cheng Ho. Peniaga dari Cina pun semakin meramaikan Melaka di abad ke-15. Pamor Melaka makin meningkat.
Pada awal abad ke-16, Portugis pun datang ke Melaka. Semula untuk berniaga. Namun cara-cara mereka berniaga tidak cocok dengan para peniaga India dan Arab. Pertikaian pun terjadi. Portugis kembali dengan balatentara lebih besar, dan menduduki Melaka pada 1511. Pendudukan Portugis ini mengawali era Eropa bagi Melaka. Portugis membangun benteng pertahanan, gedung-gedung pemerintahan, dan gereja-gereja.
Melaka semakin kehilangan pamornya pada awal abad ke-17 setelah Sultan Johor melakukan pakta dengan VOC Belanda. Pada tahun 1641, Belanda menyerang Melaka dan mengusir Portugis dari sana. Belanda bercokol selama 150 tahun, dan meninggalkan Melaka setelah gempuran pasukan bersama Inggris dan Prancis.
Kaya Tujuan Wisata
Sejarah berliku Melaka itu meninggalkan berbagai pusaka yang menjadi tujuan pariwisata penting bagi Melaka. Menurut statistik, setiap tahun Melaka dikunjungi 7 juta wisatawan, dari dalam maupun luar negeri.
Pusat atraksi di Melaka adalah kawasan bersejarah di pusat kota yang populer dengan sebutan Red Square. Di sekeliling alun-alun kecil ini berdiri berbagai bangunan peninggalan sejarah yang dindingnya berwarna merah, anatar lain: gereja, stadthuys (balaikota), kantor pos, dan lain-lain. Di tengah alun-alun itu berdiri sebuah tugu peringatan untuk Ratu Inggris diiringi air mancur.
Becak-becak hias menyemarakkan kawasan Lapangan Merah yang penuh pengunjung. Dengan becak ini sebagian wisatawan berkeliling Melaka. Becaknya dihias ngejreng dengan bunga-bunga plastik dan elemen hias lainnya. Lengkap dengan musik dan pengeras suara yang memekakkan telinga.
Kawasan bagi pejalan kaki yang paling populer adalah Jonker Walk - mencakup Jonker Street dan Heeren Street - yang terletak hanya di seberang Sungai Melaka dari Lapangan Merah. Di ujung Jonker Walk ini sekarang ada San Shu Gong, toko berbagai oleh-oleh, bumbu, dan lain-lain. Es cendol durian-nya juga ramai diminati. Sebelum kehadiran San Shu Gong, toko serupa yang populer adalah Tan Kim Hock di Jalan Bendahara. Kebanyakan wisatawan membeli bumbu ayam pongteh, bakkutteh, dan sebagainya untuk dibawa pulang.
Di sepanjang Jonker Walk, banyak cafe, rumah makan, serta toko-toko suvenir yang menarik. Pada hari-hari libur da akhir pekan, kawasan ini tumpah-ruah pengunjung hingga tengah malam. Beberapa cafe juga menyediakan live band untuk menarik pengunjung.
Di belakang Lapangan Merah ada sebuah bukit, dan di puncaknya ada bekas gereja Portugis yang dihancurkan Belanda dan diubah menjadi benteng pertahanan. Untuk mencapai tempat itu, kita masuk dari sebuah gerbang benteng yang dikenal dengan sebutan A Famosa. Pada awalnya ini adalah benteng Portugis juga, yang kemudian diubah menjadi benteng Belanda. Lambang VOC masih tampak terukir di batu gerbang A Famosa ini.
Atraksi turis yang lain adalah gereja-gereja tua, baik peninggalan Portugis (Katholik) maupun Belanda (Protestan). Gereja Santo Petrus yang sudah berusia 300 tahun, misalnya, menjadi pusat Perayaan Paskah yang penting di kawasan ini. Di Melaka juga masih banyak kelompok Kristang - keturunan Portugis-India beragama Katholik. Kaum mestizo ini berkulit gelap, dengan nama-nama Protugis, seperti; Rodriguez, Fernandez, dan lain-lain.
Menjadi Tujuan Pariwisata Modern
Melaka kini tidak lagi sekadar kawasan bersejarah. Kota ini telah memiliki jalur monorel sepanjang 1,6 kilometer untuk kemudahan para wisatawan. Kereta ini menghubungkan berbagai tujuan pariwisata di Melaka.
Atraksi modern bagi wisatawan berpusat di Padang Pahlawan. Di sini ada mahkota Parade Shopping Centre yang sangat ramai. The Body Shop, World of Cartoons, Nokia, MPH Bookstores, Royal Selangor, Sony Center, dan gerai waralaba internasional lainnya dapat dijumpai di sini. Begitu juga waralaba kuliner seperti: Starbucks, KFC, McDonald’s, Pizza Hut, dan lain-lain.
Di dekat Padang Pahlawan juga ada ferris wheel (jentera putar). Yang besar disebut Eye on Malaysia, sedangkan yang lebih kecil disebut Eye on Melaka. Di dekatnya ada sebuah atraksi pariwisata yang lain, The Pirates of Malacca.
Jangan lupa mengunjungi Malay and Islamic World Tour di Jalan Kota. Bila membawa anak-anak, sedikit di luar kota ada Melaka Zoo (kebun binatang) yang berlokasi di Ayer Keroh. Di Ayer Keroh juga ada Taman Mini Malaysia dan Taman Mini ASEAN, serta kawasan hutan lindung. Agak jauh lagi, di Pantai Padang Kemunting, sekitar 28 km dari pusat kota Melaka, ada tempat penangkaran penyu yang juga menarik untuk dikunjungi anak-anak.
Sungai Melaka yang berliku pun sejak beberapa tahun silam telah ditata. Sisi-sisinya diturap. Di sepanjang sisi sungai dibangun boardwalk - jalan dari papan kayu - agar orang dapat berjalan-jalan atau jogging menikmati pemandangan sungai. Dapat juga ikut river cruise - naik perahu dan menyusuri sungai selama 45 menit. Ada juga Melaka Duck Tour, yaitu kendaraan semi-amfibi yang dapat berjalan di sungai maupun di jalan raya.
Di salah satu "semenanjung" sungai ini ada perkampungan sekitar 100 rumah yang dilestarikan sebagai living museum. Warga Kampung Morten ini diwajibkan melestarikan rumah mereka dan mendapat tunjangan sepantasnya agar selama berabad-abad kemudian orang masih dapat melihat cara hidup asli masyarakat Melayu di Melaka.
Tidak lama lagi Melaka juga akan memiliki sebuah mal baru bernama Casa del Rio, tidak jauh dari Jonker Walk. Atraksi baru ini akan melengkapi Melaka sebagai tujuan wisata penting di Malaysia.
Nasi Ayam Bebola
Kalau nasi ayam Hainan sangat populer di Singapura, di Melaka ada versi yang lebih unik. Sebetulnya, ini adalah masakan yang sama, tetapi dengan cara penyajian yang berbeda. Nasi ayam Hainan adalah paket nasi gurih dan potongan ayam kukus. Di Melaka, disebut nasi ayam bebola (chicken rice-ball). Ayam kukusnya sama - kadang-kadang juga tersedia versi panggang. Tetapi, nasi gurihnya dihaluskan dan kemudian dibentuk menjadi bola.
Di ujung Jonker Walk ada sebuah kopitiam (warung kopi) bernama Chop Chung Wah yang sejak buka pada pukul 8.30 pagi selalu ramai diantre orang. Nasi ayam Chop Chung Wah biasanya sudah habis pada sekitar pukul 13 siang. Ini adalah kedai pertama yang menghidangkan sajian khas ini. Jika Anda malas antre, ada pilihan lain yaitu Famosa Chicken Rice-Ball (Jalan Kang Jebat dan Jalan hang Kasturi). Terus terang, saya lebih suka nasi ayam Famosa karena nasi dan ayamnya kurang asin.
Makanan murah-meriah yang juga populer di Melaka adalah sate celup. Sekarang yang terkenal adalah Capitol di Lorong Bukit Cina. Tergantung apa bahannya, harga satu tusuk sate antara RM 0,50-1. Mirip lok-lok, isinya adalah ayam, cumi, bakso, cabe isi bakso, tahu, tahu bakso, babat, dan banyak lagi ragam lainnya. Sate dicelupkan ke kuah kacang beramai-ramai. "Pemandangan" inilah yang agaknya dianggap kurang menyenangkan bagi sebagian orang. Tetapi, orang Malaysia sangat menyukai sajian sate celup ini.
Melaka juga memiliki sangat banyak kopitiam dengan sajian sederhana, seperti roti bakar dilapis selai kaya, telur setengah matang, dan nasi lemak. Biasanya, nasi lemak yang dijual berukuran sangat kecil - seperti umumnya nasi kucing di Jawa - dengan lauk minimalis. Dengan harga antara RM 1-2, kita mendapat sebungkus berisi sekepal nasi lemak (uduk), sambal blacan manis, teri dan kacang, serta seiris kecil telur dadar.
Juga banyak didapati foodcourt di Melaka. Ada foodcourt yang khusus menyajikan makanan Melayu dan India, seperti: roti john, sup lembu, nasi kerabu, nasi padang, dan lain-lain. Di Jalan Bunga Raya ada satu foodcourt yang sudah sejak dulu populer, menyajikan berbagai makanan Tionghoa. Bila ingin masakan yang lebih bersifat internasioanl, tujuannya adalah Mahkota Parade Shopping Centre, di seberang padang Pahlawan.
Pusat Budaya Peranakan
Melaka adalah pusat budaya Peranakan - juga dikenal dengan istilah Babah-Nyonya, yaitu keturunan Tionghoa yang menikah dengan perempuan setempat dan beranak-pinak. Keturunan mereka dibesarkan dalam persilangan budaya yang unik.
Pada awalnya, pendatang dari Negeri Cina ke Semenanjung Malaysia ini adalah kaum pekerja tambang, kuli pelabuhan, dan para tauke alias pedagang. Mereka menikah dengan perempuan keturunan Jawa, Melayu, bahkan Aceh. Salah satu "cabang" budaya yang unik dari hasil persilangan ini adalah budaya kuliner baru yang disebut sebagai kuliner Peranakan.
Bagi saya, Melaka adalah tujuan penting untuk mencicipi masakan Peranakan - yaitu masakan Melayu dengan pendekatan kuliner Tionghoa. Sekalipun restoran yang paling populer adalah Nancy, tetapi favorit saya adalah Restoran Peranakan di Jalan Tun Tan Cheng Lock. Pertama, karena tempatnya lebih besar dan merupakan rumah tua yang dirawat baik. Kedua, karena citarasa masakannya pun prima.
Menu favorit saya di Restoran Peranakan adalah: ayam keluak, ayam pongteh, udang lemak nenas, tahu peranakan, sambal bendih. Ayam keluak adalah opor dengan bumbu pekat, dimasak dengan keluak (kluwek). Ayam pongteh mirip semur kental dengan aroma ngohiong. Udang lemak nenas mirip lempah bersantan, dimasak dengan nenas. Tahu peranakan adalah nama lain untuk tahu telur gaya Peranakan Jawa. Dan sambal bendih adalah okra (lady’s fingers) kukus dengan sambal blacan.
Jangan lupa mengunjungi beberapa rumah lama maupun Museum Babah Nyonya Peranakan. Bahkan, di Jonker Walk, ada beberapa ruko lama yang diubah menjadi hotel butik. Bila ingin mewah, ada juga sebuah puri (mansion) milik orang Tionghoa kaya yang dipugar menjadi The Majestic Malacca Hotel.
Di Jalan Tokong juga ada klenteng Cheng Hoon Teng yang didedikasikan kepada Kapitan Cina Li Wei King. Rumah-rumah mewah dari orang-orang Tionghoa kaya masa lalu juga masih dapat terlihat di sekitar Jonker dan Heeren Street.
Di sekitar Jonker Walk banyak dijumpai pedagang barang antik dengan kualitas yang cukup baik. Berbagai perabotan, hiasan, dan pernak-pernik - khususnya dari budaya Peranakan - dapat dijumpai dalam jumlah yang cukup banyak di sini. Harganya masih cukup masuk akal bila dibanding dengan toko antik di Singapura, Kuala Lumpur, maupun Jakarta.
Banyak Jalan Menuju Melaka
Selain warga Malaysia dari berbagai penjuru, kafilah wisatawan terbesar ke Melaka adalah dari Singapura. Perjalanan bermobil dapat ditempuh dalam rata-rata tiga jam dari Singapura ke Melaka. Banyak pula bus umum yang melayani penumpang trayek Singapura-Melaka pp. Dari Kuala Lumpur, Melaka dapat ditempuh dengan mobil dalam waktu satu setengah jam.
Bandara Internasional Melaka di Batu Berendam kini semakin ramai menjadi pintu masuk wisatawan. Riau Air dan Wings Air dari Indonesia punya penerbangan terjadwal ke Melaka - khususnya karena peningkatan wisata medis dari Indonesia ke Melaka. Dari Bengkalis, Dumai, dan Pekanbaru juga ada ferry setiap hari menuju Melaka.
Sampai jumpa di Melaka!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar